Sekedar memanfaatkan cuti bersama dan berbekal info dari internet, sore itu (24/12), saya dan istri bersama beberapa teman kantor menyambangi desa Cacaban, + 35 km dari Kota Semarang. Suasana yang masih asri dengan pemandangan perbukitan yang hijau mengiring perjalanan tim ke desa Cacaban. Setibanya disana, tim disambut hangat oleh Nasokah, salah seorang warga pemilik homestay. Kami disambut dengan hidangan khas desa Cacaban, gendar pecel, teh rosella, kopi khas Cacaban, perkedel jagung, blendung (makanan olahan dari jagung yang direbus dan ditaburi kelapa), ubi dan jagung rebus telah disediakan oleh pemilik homestay. “Beginilah makanan desa mas,” ujar ayah satu anak tersebut kepada kami. Sebuah bangunan yang sederhana, berdinding kayu, dengan udara yang masih sejuk dan hidangan yang nikmat membuat tim betah untuk berlama-lama sekedar duduk, mengobrol dan menikmati hangatnya komunitas warga setempat. “Kami serasa pulang kampung,” ujar salah satu anggota tim. Hal seperti inilah yang dibutuhkan masyarakat kota untuk melepas penat setelah beraktivitas di kantor.
Keesokan harinya, setelah berbincang sambil menikmati sarapan hidangan khas Soto Cacaban, kami pun bergerak menuju salah satu atraksi wisata, Curug Lie Seng yang terletak lebih kurang 300 meter dari homestay tempat kami menginap. Hawa yang masih sejuk di track jalan setapak yang terjal, diantara kebun kopi dan perkebunan warga menambah keasikan petualangan yang akan dimulai pada pagi hari itu. Jalur yang dilalui biasanya dipergunakan oleh penggemar olah raga bersepeda untuk melakukan downhill atau bersepeda turun lembah, karena medan yang mendukung dan cukup memacu adrenalin saat mengayuh sepeda. Setelah 20 menit berjalan kaki, kami disajikan pemandangan yang luar biasa, sebuah curug yang masih perawan dengan debit air yang cukup besar mengobati rasa lelah setelah perjalanan yang cukup jauh dan melelahan. Indahnya pemandangan perkebunan dari atas perbukitan serta air yang dingin dan segar akan memanjakan pengunjung yang datang ke curug tersebut. Dengan ditemani pemilik homestay, tim mulai menyusuri terjalannya jalan setapak menuju ke bagian bawah curug untuk sekedar mengabadikan pemandangan yang luar biasa indahnya.
Perjalanan dilanjutkan ke atraksi wisata selanjutnya. Kali ini kami disuguhi wisata religi, makam Ki Ageng Surodadi yang merupakan sesepuh Desa Cacaban. Banyak wisatawan yang berkunjung ke makam tersebut, sekedar untuk berziarah mendoakan sebagai suatu tanda hormat kepada sang sesepuh desa. Tidak jauh dari makam Ki Ageng Surodadi, terdapat sendang (mata air) Keberkahan yang merupakan salah satu sumber mata air di desa Cacaban yang tidak akan pernah kering saat musim kemarau. Menurut sejarahnya, air yang berasal dari Sendang Keberkahan akan menambah berkah bagi siapa yang meminumnya atau menggunakannya untuk mandi, kami pun segera mengunjungi tempat tersebut. Air yang jernih dan dingin yang juga merupakan habitat ikan Wader (ikan air tawar berukuran kecil) juga ramai disinggahi warga saat bulan Muharram untuk menjamas pusaka. Disamping Sendang Keberkahan terdapat musholla Batu Pasholatan yang merupakan tempat sholat Ki Ageng Surodadi saat beliau pertama kali hijrah ke desa Cacaban. Tempat tersebut juga dipergunakan pengunjung yang akan menunaikan ibadah sholat bagi yang beragama Islam.
Sesampainya di homestay, saya ditawari untuk meminum air kelapa muda yang dicampur dengan gula Jawa dan sedikit es batu. Pada saat mendapatkan tawaran, saya menganggap itu adalah hal yang biasa saja meminum air kelapa muda yang di campur gula Jawa, tetapi untuk yang satu ini berbeda. Salah satu teman kantor saya yang dianggap mampu diminta untuk memetik sendiri kelapa dari pohon kelapa yang ada di belakang homestay, setelah itu kami harus mengolah sendiri kelapa yang akan diminum airnya. Pemilik homestay hanya menyediakan parang untuk mengupas kelapa, gula Jawa, baskom kecil dan es batu saja, selanjutnya proses pengolahan diserahkan sepenuhnya kepada kami. Sungguh tawaran yang luar biasa, tidak perlu waktu lama kami sudah selesai mengolah kelapa muda yang dipetik sendiri dari pohonnya. Hal tersebut mungkin tidak akan ditemui di kota seperti di Semarang dan kota-kota besar lainnya di Jawa Tengah. Suasana desa yang damai, udara yang masih sejuk, pemandangan alam yang indah, kuliner pedesan yang khas serta hangatnya komunitas lokal membuat Desa Wisata Cacaban bisa menjadi salah satu tujuan wisata untuk keluarga.
wah singorojo, deket rumah orang tua om 😀
mampir rumahku dket plantera fruit paradise